Kampung Empat yang Mulai Tak Terawat

0 Comments
Didepan salah satu rumah di kampung IV

Letaknya berada dipaling ujung atas perkebunan teh, dibawah gunung Dempo. 45 menit dengan kendaraan bermotor dari desa Demporejo tempat saya singgah itu, melewati perkebunan teh dari ujung bawah sampai ujung atas, setengah perjalanan melewati jalan aspal yang bagus, selebihnya jalanan berbatu dan tanah yang jika terjadi air hujan akan basah.

Kampung yang dikelilingi oleh perkebunan teh yang sangat luas itu, sekarang hanya berpenduduk beberapa kepala keluarga saja. Nampak beberapa rumah yang designnya sama, berbaris rapi itu mulai tidak terawat. Sebagian ditinggal penduduknya ke kampung yang fasilitas dan aksesnya mudah dijangkau, dan sebagian lagi karena mulai berganti profesi, bukan lagi sebagai pemetik daun teh di kebun teh milik PTPN VII itu. Rumah Kampung IV memang salah satu fasilitas pekerja PTPN VII.

Dulu di Kampung IV ini adalah tempat registrasi atau pos perizinan bagi para pendaki sebelum melakukan aktivitas ke Gunung Dempo, tapi beberapa bulan terakhir, rumah yang dulunya menjadi pos perizinan itu telah kosong. Tidak berpenghuni. Mungkin karena tidak ada perhatian dari dinas terkait.


Pemandangan Bukit Barisan dari Kampung IV

Dari desa tertinggi di Sumatera Selatan ini, terlihat jelas deretan perbukitan.

Bukit Barisan Selatan, sebuah Taman Nasional yang telah dijadikan warisan dunia oleh UNESCO itu. Yang dinyatakan sebagai Cagar alam Suaka Margasatwa pada tahun 1935 dan menjadi Taman Nasional pada tahun 1982.

Tujuan dijadikannya Taman Nasional itu adalah untuk melindungi hutan hujan tropis  beserta semua keanekaragaman hayatinya. 

Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Badak Sumatera adalah beberapa hewan endemik yang berada di Taman Nasional itu. Sedangkan Anggrek Tebus, Bunga Bangkai Jangkung, Bunga Raflesia (Walapun Bunga Raflesia dan Bunga Bangkai sama - sama berbau busuk, tapi Bunga Raflesia bukan termasuk Bunga Bangkai) adalah beberapa tanaman endemik yang terdapat di Taman Nasional Selatan.

Udaranya sejuk, semua bangunan rumah terbuat dari bahan yang sama, papan kayu. Design indoor dan outdoor juga dibuat sama. Layaknya perumahan. Tapi listrik masih menggunakan genset yang akan dinyalakan pada pukul 18:00 - 22:00, setelahnya masing - masing rumah akan menggunakan accu yang mereka siapkan sendiri untuk penerangan atau digunakan untuk menyalakan perangkat elektronik lainnya. Airnya sangat jernih, dari Gunung Dempo yang puncaknya terlihat jelas dari kampung ini.

Aktifitas sehari - hari dari penduduknya adalah bekerja di kebun teh. Ada yang sebagai pemetik daun teh muda, yang sekarang cara pemetikannya telah menggunakan mesin. Ada juga yang menjadi perawat yang tugasnya merawat tumbuhan itu dari hama, memberi pupuk atau memangkas batang pohonnya bila sudah mulai tinggi.


Kebun Teh di kaki Gunung Dempo

Tanaman teh pada umumnya akan mulai dipetik pada umur 5 tahun. Akan dipetik terus menerus dengan frekuensi 7 - 14 hari sekali sampai umur teh mencapai puluhan tahun.

Tanaman yang akan tumbuh subur di ketinggian 200 - 2000 mdpl ini akan selalu dilakukan pemangkasan untuk mempertahankan ketinggian pohonnya antara 60 - 100 cm.

Mayoritas dari penduduk kampung ini adalah suku Jawa. Bahasa sehari - hari meraka pun bahasa jawa, tapi dengan logat yang berbeda. Pun tradisi yang dianutnya. Memang disini Sumatera, tapi rasa Jawa. Saya ingin tinggal disini nanti, bukan di Kampung IV yang sudah mulai tidak terawat ini. Tapi di daerah perkebunan teh ini. Di kaki Gunung Dempo ini. Bersama Keluarga Tercinta.


You may also like

Tidak ada komentar: